Komunitas Publik
Jumat, 14 Oktober 2016
Senin, 19 September 2016
CERITA MASA KECIL
Sewaktu aku kecil aku dikenal sebagi anak yang lumayan gendut,aku adalah anak kecil yang sangat periang.
Masih teringat didalam benakku hampir sepanjang hari kami selalu berkumpul bersama teman-teman,bermain bersama, ngaliwet bersama-sama.
Bingung ya... kenapa kami bisa ngaliwet bersama-sama.
Jadi ceritanya begini setiap pulang dari sekolah kami sudah merencanakan untuk maen bersama, tempat yang akan kita kunjungi juga bergantian tapi kami tetap membawa makanan sendiri-sendiri (hihihi lucu ya)jadi walaupun kami makan bersama-sama tapi menu kami berbeda-beda,tak jarang juga kami saling bertukar lauk-pauk,kalau makan bersama terasa seru nafsu makanpun bertambah.
Setiap sore sehabis mandi,kami juga berkumpul kembali tapi kali ini kami berkumpul di jalanan depan rumah dengan membawa sepeda masing-masing,lalu kami berkeliling bersama-sama sambil bersenda-gurau betul-betul masa yang amat menyenangkan.
Menjelang sholat maghrib kami bersama-sama kerumah guru mengaji,kami selalu melaksanakan sholat maghrib bersama disana kemudian dilanjutkan dengan belajar mengaji. Ada cerita lucu sewaktu aku mau pergi kerumah guru ngajiku,ketika kami sedang asyik-asyiknya berjalan bersama-sama menuju tempat mengaji tiba-tiba terdengar gonggongan anjing menuju kearah kami,tiba-tiba semua teman ku berlari kencang sementara aku ketinggalan dan apesnya lagi aku tidak bisa berlari dengan kencang seperti teman-teman ku yang lainnya,otomatis aku langsung jongkok sambil menangis karena takut digigit oleh anjing,sialnya lagi tuh anjing enggak juga mau beranjak dari sampingku,untung pemilik anjing itu langsung menghampirinya dan aku terbebas dari terkamannya,uhf...karena sudah BT aku jadi enggan untuk pergi mengaji.
Sabtu, 17 September 2016
SEJARAH MAJALENGKA
Pada zaman kerajaan Hindu sampai dengan abad XV di wilayah Kabupaten Majalengka terbagi menjadi 3 kerajaan :
(1) Kerajaan Talaga dipegang oleh Sunan Corenda atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Parung
(2) Kerajaan Rajagaluh dipegang oleh Prabu Cakraningrat
(3) Kerajaan Sindangkasih, rajanya adalah seorang puteri bernama Nyi Rambutkasih. Terdapat banyak cerita rakyat tentang ke-3 kerajaan tersebut yang sampai dengan saat ini masih hidup di kalangan masyarakat Majalengka. Selain cerita rakyat yang masih diyakini juga terdapat situs, makam-makam dan benda-benda purbakala, yang kesemuanya itu selain menjadi kekayaan daerah juga dapat digunakan sebagai sumber sejarah.
Kerajaan Sindangkasih rajanya seorang putri yang memiliki paras nan cantik dan molek bemama Nyi Rambutkasih adalah seorang yang beragama Hindu fanatic .Kerajaan ini terletak secara geografis berada di Majalengka . Nama Sindangkasih diambil dari Mandala Sindangkasih yang semula tempat merupakan tempat kedudukan Ki Gedeng Sindangkasih yang dijabat oleh puteranya yang bernama Ki Ageng Surawijaya . Semula nama tempat ini terdapat di wilayah Cirebon yang kemudian dibawa oleh penguasa yang disebut Ki Gedeng Sindangkasih yang lama berkedudukan di Sumedang Larang yaitu Majalengka sekarang (menurut De Pacto Gelu dan Talaga) .Nyi Gedeng Sindangkasih atau disebut juga Nyi Ambetkasih dan lebih dikenal lagi adalah Nyi Rambutkasih adalah seorang ratu yang cantik molek, memiliki kemampuan dan keterampilan yang tinggi, dikagumi serta sangat dihormati oleh rakyatnya adalah istri Prabu Siliwangi. la adalah orang yang dipercaya oleh Prabu Siliwangi untuk memimpin rombongan yang bermaksud pindah ke Pakuwan Pajajaran (Bogor sekarang), kemudian ia menjadi penguasa di Sindangkasih sebagai ibukota Sumedang Larang.
Penguasa di Sindangkasih sebagaimana disebutkan di atas adalah Nyi Rambutkasih. Sejak sekian lama Nyi Rambutkasih mencium akan datangnya Pangeran Muhamad disertai ayahnya Pangeran Panjunan di Sindangkasih dalam rangka mengadakan kegiatan penyebarluasan ajaran agama Islam dan kegiatan ini disambut baik oleh, masyarakat setempat.
Di Padepokan Sindangkasih, Rambutkasih tengah mengadakan pertemuan dengan semua perwira tinggi kerajaan sehubungan dengan adanya kegiatan yang dilakukan oleh Pangeran Muhamad. Ketika rapat khusus itu sedang berlangsung datanglah Pangeran Muhamad bersama rombongan dengan maksud ingin ketemu dengan Nyi Rambutkasih selaku ratu di Kerajaan Sindangkasih. Dengan ucapan Alhamdulillahirrobiralamin, yang maksudnya Pangeran Muhamad merasa bersyukur serta bahagia dapat bertemu dengan seorang putri cantrk dan sebagai penguasa di Sumedang Larang, tetapi dengan tidak diduga dalam sekejap Nyi Rambutkasih menghilang.
Bersamaan dengan itu terlontarlah ucapan Pangeran Muhamad : “Madya Langka” yang artinya putri cantik telah hilang (tidak ada), sehingga dari kata-kata itu kemudian orang menyebutnya Majalengka. Sejak itulah kemudian Pangeran Muhamad yang didampingi ayahnya Pangeran Panjunan memerintah di Sumedang Larang/Sindangkasih, selanjutnya pada tanggal 10 Muharam 910 H yang bertepatan dengan tanggal 7 Juni 1490 M, sesuai dengan perintah Sunan Gunung Jati yang berkedudukan di Cirebon menetapkan Pangeran Muhamad.
Pada masa tuanya Pangeran Muhamad menetap di lereng gunung yang berada di sebelah selatan Majalengka sampai akhir hayatnya gunung tersebut kini dikenal dengan sebutan Gunung Margatapa. Adapun Siti Armilah istri Pangeran Muhamad dimakamkan di belakang pendopo (kantor Pemda) Kabupaten Majalengka, yang dikenal dengan sebutan Nyi Gedeng Badori.
Kamis, 15 September 2016
NGGAMBAR BUAH APEL
Aya saurang guru anyar pangawakana rada bahenol, sebut weh ngaranna bu oneng . Manehana karak pertama kali ngajar barudak sakola SD.
Saencana manehna ngajar budak TK di desa sabelah, tapi di pecat ku lantaran lamun nga-gambar tara bener. Oh nya, manehna oge dagang cilok karet sagala pikeun gawe sampingan di imahna.
Nah, dina hiji dinten di papan tulis bu guru coba nyieun gambar buah apel, bari ngabalikeun awakna anu lumayan rada bahenol eta, teras bu guru oneng nanyakeun ka barudak: "Cing sebutkeun gambar naon ari iye teh bararudak?"
Barudak cararicing sakedeng merhatikeun hela gambarna anu rada acak-acakan. Tos eta, sarentak barudak ngajawab "Gambar bo-ol meren bu..!" Ngadenge jawaban ti barudak anu rada polos, teras wae bu guru ngarasa sedih, ngarasa dipoyokan, ceurik kawas ngarasa di ejek.
Bari ceurik bu guru lumpat ka ruangan kapala sakola ngalaporkeun kalakuan murid-muridna. Ningali bu guru anu bari ceurik, tangtu wae kapala sakola langsung indit nyamperkeun ka kelas, teu poho manehna bari nyandak panggebug.
Bari emosi sabari nakolkeun panggebug ka meja, kapala sakola nyararekan sakabeh murid-murid anu aya diruang kelas eta. "Maneh wani-wanina ngejek bu guru! Naon anu maneh lakukeun teh, ngomong teu sopan! Ngejek-ngejek guru..!"
*PLONG* weh ruangan kelas jadi ngadadak jempling, sepi, kawas kuburan nu aya di leuweng. Bararudak ngaharuleng murungkut sieunen ku sabab ambekna kapala sakola nu nyandak panggebug.
Pa kapala sakola bari molotot ningalikeun bararudak, teras ngaliek ka arah papan tulis, manehna makin rewas deui pas ningali aya gambar dina papan tulis:
"Aduh-aduh.. Ari maraneh teng-teingan pisan dak, mani wani pisan ngagambar bo-ol sagala dina papan tulis, KETERLALUAN..!!!" Prak..! bari nakol panggebug deui ka bangku.
SEJARAH DESA SINDANG KECAMATAN CIKIJING
Mengenai sejarah singkat Desa Sindang pada mulanya Desa Sindang merupakan areal hutan dimana hutan ini merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Talaga Manggung kurang lebih tahun 1624 M pada abad ke 16. Dihutan ini / di wilayah ini hidup seorang Pandita / seorang Tokoh yang bernama Eyang Sastra Santa Santana seorang Pandita yang berilmu tinggi yang di tugaskan oleh Prabu Gunung Picung slaku Raja Talaga yang pertama untuk menjaga wilayah / hutan tersebut, beliau seorang tokoh yang ber perangi lembut dan ber ilmu tinggi ( Sakti manraguna) ilmu padi adalah pegangannya yakni makin berberisi makin berunduk jauh dari sipat dan sikap sombong dari sikap ini yang menyebabkan beliau sangat di hormati dan di segani oleh siapapun, sehingga pada saat itu baik para pedagang pencari rempah- rempah terutama pasukan Kerajaan Cirebon Adipati 2 dan Kerajaan Banten yang bermaksud menyebarkan agama islam ke Kerajaan Talaga Manggung selalu singgah ke padepokan tempat Eyang Sastra Santa Santana yang tepatnya di sebut Daleum.
Bahkan dengan keramahtamahan eyang sastra tersebut selalu di pakai tempat persinggahan /peristirahatan bahkan dipakai tempat musyawarah Kerajaan Banten, dan Kerajaan Cirebon untuk menyebarkan agama islam sehingga Eyang Prabu Kiansantang ( Sunan Ruhmat ) sering beristirahat di Tapak Wali (Makom Dalem), Konon katanya pada hari senin dan kamis, bahkan sampai sekarangpun masih ada cirri-cirinya yaitu tanah jadi.
Karena tempat tersebut di pakai tempat persinggahan/pengistirahatan/ musyawarah dan penyindangan dari mulai kerajaan talaga yang pertama pera pejuang agama islam baik yang dari kerajaan banten dan cirebon sampai para pejuang Nasiolal sering beristirahat di tempat tersebut pada jaman Belanda selalu di pakai panyindangan (Peristirahatan).
Maka dari situlah baik dari tokoh setempat maupun dari para pejuang agama islam terutama Prabu Kiansantang menamakan tempat tersebut panyindangan sehingga lahirlah nama Sindang dan sampai sekarang dijadikan nama Desa yaitu Desa Sindang Pada abad ke 17.
Tabel 1
NAMA-NAMA KUWU / KEPALA DESA
SEBELUM DAN SESUDAH BERDIRINYA DESA SINDANG
No
Periode
Nama Kepala Desa
Keterangan
Sampai Dengan 1734
Demang sarwadana (Ewong)
-
1734 - 1769
Rd. Aris
-
1769 - 1784
Rd. Ali
-
1784 - 1804
Rd. Ajid
-
1804 - 1934
H. Rosadi
-
1934 - 1966
H. Sobandi
-
1966 - 1982
H. Nurjabidi
-
1982 - 1990
Sakrim Sobandi
-
1990 - 1998
H. Nurjabidi
-
1998 - 2008
Diding Najmudin
-
2008 - 2015
Eri Suheri
-
\
2015 – ..........
Eka Yuliana Sukowati
-
1.2 Demografi
1. Letak Geografis
a. Ketinggian dari permukaan laut : 600 m
b. Suhu maksimal/minimum : 27-30oC
c. Jarak Kantor Desa dari
- Ibu Kota Kecamatan : 4 km
- Ibu Kota Kabupaten : 40 km
- Ibu Kota Propinsi : 140 km
- Ibu Kota Negara : 500 km
d. Curah hujan : 300 mm
e. Letak Desa
- Dataran : 50 ha/m2
f. Batas Desa
- Sebelah Utara : Desa Argasari
- Sebelah Timur : Desa Banjaransari
- Sebelah Selatan : Desa Rawa
- Sebelah Barat : Desa Jatipamor
2. Luas Wilayah
a. Menurut Penggunaannya
Jenis Penggunaan Lahan
Luas (Ha)
Perumahan dan Pekarangan
76.117
Titisara
2.095
Bengkok
24.353
Pesawahan Hak Milk
130.662
Kolam
3.000
Perkebunan
19.600
Kuburan
3.500
Lapang
1.500
Pengangonan
3.500
Palawija
32.000
Total luas
296.327
a.1 Tanah Sawah
Tanah Sawah
Luas (Ha)
Titisara
2.095
Bengkok
24.353
Pesawahan Hak Milk
130.662
Kolam
3.000
Total Luas
162.100
a.2 Tanah Kering
Tanah Kering
Luas (Ha)
Perumahan dan Pekarangan
76.117
Kebun
19.600
Kuburan
3.500
Lapang
1.500
Pengangonan
3.500
Palawija
32.000
Total Luas
136,217
a.3 Tanah Fasilitas Umum
Tanah Fasilitas Umum
Luas (Ha)
Titisara
2.095
Bengkok
24.353
Kebun Desa
3,232
Lapangan Olahraga
1,500
Perkantoran Pemerintah
0,342
Tempat Pemakaman Umum
3.500
Bangunan Sekolah
1,362
Jalan
8,657
Daerah tangkapan air
2,000
Tempat Ibadah
3,857
Total Luas
b.1 Lahan untuk pertanian tanaman pangan
Jumlah keluarga memiliki lahan pertanian
1.224 KK
Tidak memiliki
353 KK
Memiliki kurang dari 1 Ha
1.203 KK
Memiliki 1-5 Ha
18 KK
Memiliki 5-10 Ha
3 KK
Memiliki lebih dari 10 Ha
- KK
Jumlah total keluarga petani
1.224 KK
b.2 Lahan untuk tanaman buah-buahan
Jumlah keluarga memiliki tanaman buah-buahan
500 KK
Tidak memiliki
150 KK
Memiliki kurang dari 10 Ha
350 KK
Jumlah total keluarga pemilik tanaman buah
100 KK
b.3 Lahan untuk perkebunan
Jumlah keluarga memiliki perkebunan
400 KK
Tidak memiliki
50 KK
Memiliki kurang dari 10 Ha
400 KK
Jumlah total keluarga perkebunan
850 KK
3. Keadaan Lingkungan
a. Bencana alam dalam 3 tahun terakhir tidak pernah terjadi hanya sebagian kecil
Jenis Bencana Alam
Banyaknya kejadian
Korban jiwa
Kerugian materi
Banjir
-
-
-
Tanah Longsor
-
-
-
Gempa Bumi
2
-
Rp. 30.500.000,-
Upaya yang dilakukan/telah tersedia dalam penanganan bencana alam :
1. Tanggap darurat bencana dengan cara mencari bantuan kepada Pemerintah Propinsi dan Daerah.
2. Untuk menangani korban bencana tersebut dan membuat proposal bantuan kepada donatur lainnya
3. Penanganan darurat dilaksanakan dengan gotong royong.
4. Rata-rata kedalaman air tanah (sumur) = 10-30 m
1.3 Keadaan Sosial
1. Kependudukan
a. Dilihat dari kacamata sosial masyarakat desa Sindang di tempati Penduduk sejumlah 5.658 dari 1.573 Kepala Keluarga (KK) dengan perincian sebagai berikut;
Laki-laki
Ø 0 – 15 tahun = 726 Orang
Ø 16 – 60 tahun = 1.774 Orang
Ø Diatas 60 tahun = 403 Orang
Jumlah Laki-laki = 2.903 Orang
Perempuan
Ø 0 – 15 tahun = 768 Orang
Ø 16 – 60 tahun = 1.608 Orang
Ø Diatas 60 tahun = 379 Orang
Jumlah Laki-laki = 2.755 Orang
Kepadatan penduduk = 400 orang/km2
b. Tahapan kesejahteraan masyarakat desa Sindang adalah sebagai berikut :
Ø Jumlah KK Sejahtera = 672 KK
Ø Jumlah KK Kaya = 18 KK
Ø Jumlah KK Sedang = 487 KK
Ø Jumlah KK miskin = 396 KK
b. Tingkat pendidikan masyarakat
Ø Tidak/belum tamat SD = 102 Orang
Ø Tamat SD/sederajat = 2.595 Orang
Ø Tamat SLTP = 516 Orang
Ø Tamat SLTA = 441 Orang
Ø Diploma = 35 Orang
Ø Sarjana = 101 Orang
c. Pencatatan/registrasi penduduk
1) Kejadian kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk setahun yang lalu menurut jenis kelamin
> Jumlah kelahiran = 27 Orang
Laki-laki = 14 Orang
Perempuan = 13 Orang
> Jumlah Kematian = 21 Orang
Laki-laki = 15 Orang
Perempuan = 6 Orang
> Perpindahan Penduduk keluar Desa = 32 Orang
Laki-laki = 16 Orang
Perempuan = 16 Orang
> Perpindahan penduduk kedalam Desa = 27 Orang
Laki-laki = 13 Orang
Perempuan = 14 Orang
Sarana Olah Raga
Tabel 11
Sarana Olah Raga
No
Jenis Sarana OR
Jumlah
1
Lapang Sepak Bola
1 Unit
2
Lapang Voly Ball
- Unit
3
Lapang Tenis Meja
3 Unit
4
Lapang Bulu Tangkis
- Unit
Jumlah
4 Unit
2.1.1.1. Sumber Daya Kelembagaan
Tabel 12
Sumber Daya Kelembagaan
No
Jenis Organisasi/
Kelembagaan
Jumlah
Anggota Lembaga
1
BPD
9
Orang
2
LPM
7
Orang
3
MUI Desa
35
Buah
4
PKK dan Kader PKK
23
Orang
5
Linmas
7
Orang
6
Karang Taruna
30
Orang
7
BUMDES
3
Buah
8
Pos Yandu
5
Buah
9
Pustu
Buah
10
Koperasi
Buah
11
Kelompok Tani
7
Kelompok
12
Gapoktan
1
Kelompok
13
LSM
2
LSM
14
DKM
25
DKM
15
Yayasan
1
Yayasan
16
Organisasi OR
1
Organisasi
17
Rukun Warga
7
RW
18
Rukun Tetangga
21
RT
19
Partai Politik
6
Partai
20
Kelompok Arisan
-
Kelompok
21
Kelompok Senam
-
Giatkan Lagi Poskamling
Keamanan wilayah, bukan hanya sebatas tanggung jawab dari pihak yang berwajib. Melainkan tanggungjawab bersama, termasuk pula bagi masyarakat sekitar. Dan dengan kata lain, kita harus menjadi polisi bagi diri sendiri, maupun bagi orang yang kita sayangi.
Dalam hal ini, Babinmas Desa Sindang Kecamatan Cikijing, Brigadir Polisi Dede Arif mengimbau masyarakat yang berada di wilayah hukumnya, untuk menggalakkan sistem poskamling di masing-masing wilayah warga.
“Banyak manfaat dari digalakkannya kembali sistem poskamling tersebut, dari keamanan lingkungan hingga jalinan silaturahmi antar masyarakat akan semakin terjalin semakin erat,” tandas Babinmas.
Selain melakukan himbauan terhadap masyarakat, untuk keberhasilan penggalakan sistem siskamling tersebut, dirinya juga akan melakukan pemantauan secara langsung ke masyarakat, untuk memastikan program pengamanan lingkungan tersebut berjalan.
Dan tentu saja, hal ini membutuhkan kesadaran dari masyarakat sendiri. Terlebih lagi di lingkungan perumahan, yang terbilang jarang menjalankan sistem siskamling tersebut, lantaran saling mengandalkan.
Dengan berjalannya sistem siskamling di suatu wilayah, selain menjaga tali silaturahmi agar semakin erat, juga bisa menjadikan masyarakat di lingkungan tersebut lebih mengenal lingkungan mereka dan juga masyarakat yang ada di dalamnya.
“Hal ini juga menjadi antisipasi dini di tengah masyarakat, contohnya saja ketika ada pendatang baru. Bagaimana kalau pendatang baru tersebut memiliki niat buruk, dengan pengenalan wilayah, tentunya hal tersebut bisa diantisipasi,” beber Dede Arif.
Tidak lupa pula, dirinya mengimbau, untuk memberikan informasi kejadian yang mengancam gangguan Kamtibmas di wilayah mereka, agar segera melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian.
“Jangan ragu dan menunda untuk melaporkan permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat. Terlebih lagi jika hal tersebut sudah mengarah ke tindak pidana, semakin cepat dilaporkan, semakin cepat pula untuk ditindak lanjuti.
SOTK
Dengan terbitnya UU No.6 tahun 2014 Tentang Desa, serta kemauan yang kuat Presiden Jokowi yang ingin "menghadirkan negara" dan "negara bekerja" yang tertuang dalam Nawacita, maka Kementerian Dalam Negeri serta kementerian-kementrian lain yang terkait dalam dengan proses pembangunan desa, yang dimulai dengan membenahi infrastruktur desa, SDM, nilai-nilai, serta aturan main lainnya.
Pemerintah desa dituntut semakin profesional dengan adanya UU desa dimana desa akan menerima jumlah dana dari APBN dalam jumlah besar, kisarannya mencapai 1 M tiap desa, dari sejumlah 74 ribu desa lebih yang ada di republik ini, berapa persen yang dapat dikatakan maaju, dan yang belum maju, akan menjadi kajian yang menarik sepanjang tahun. Dalam peraturan yang terbaru, desa di bagi menjadi 3 kategori berdasarkan tingkat perkembangannya, yaitu:
Desa Swadaya adalah desa yang masih bersifat tradisional (memiliki 2 Kaur dan 2 Kasi/seksi), dengan ciri-ciri :
Adat istiadat yang bersifat mengikat terhadap berbagai kegiatan manusia
Hubungan antar manusia sangat erat
Pengawasan Sosial dilakukan oleh keluarga
Mata pencaharian penduduk umumnya sejenis dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan primer
Teknologi yang digunakan masih sangat sederhana sehingga tingkat produktivitasnya rendah
Keadaan sarana dan prasarana masih sangat minim
Desa Swakarya adalah desa yang sedang mengalami masa transisi (memiliki 3 Kaur dan 3 Kasi/seksi), ciri-cirinya adalah :
Adanya pengaruh dari luar yang mengakibatkan perubahan cara berfikir
Bertambahnya lapangan pekerjaan sehingga mata pencaharian penduduk berkembang dari sektor primer ke sektor sekunder
Produktivitasnya mulai meningkat
Sarana dan Prasarana desa mulai meningkat
Desa Swasembada adalah desa yang telah maju (Wajib 3 Kaur dan 3 Kasi/seksi) , dengan ciri-ciri:
Adat istiadat sudah tidak mengikat lagi
Hubungan antar manusia bersifat rasional
Mata pencaharian penduduk beraneka ragam dan bergerak ke sektor tersier
Teknologi telah benar dimanfaatkan sehingga produktivitasnya tinggi
Sarana dan prasarana lengkap.